*Mencintai Kelas, mencintai IPA..
Rasa-rasanya tulisan ini agak berat untuk
diceritakan, tapi entah mengapa saya sedang berfilisofi mengenai Kelas –kelas
kita. Ruangan itu bernama “Kelas” nama yang amat sederhana bukan, sederhana
sekali. Tapi ruangan itu terkadang membuat tidak nyaman, atau nyaman sekali.
Entah, tergantung kita berada pada posisi mana. Berkali-kali saya harus menikam
hati saya, memahami semua takdir, bahwa saya benar-benar duduk di kelas IPA.
Bicara IPA , bagi saya adalah bicara belajar
mencintai. Saya selalu mengibaratkan bahwa hidup sperti sedang membawa
kendaraan, dan untuk kali ini saya banting stir ke kelas IPA, gelap....
hampa.... sedih rasannya. Ketika memulai berjalan di kelas ini.
Pada awalnya, saya sudah yakin sekali bahwa
saya akan masuk IPS, niat itu sudah bulat sekali. Tapi, Tuhan berkehendak lain,
menakdirkan lain. Saya sempat sesak melihat jam-jam pelajaran berhitung dan
logika. Seperti sedang berada di negeri orang lantas mencicipi makanan khas
yang sama sekali tidak cocok dengan lidah saya. Pada waktu itu, saya benar-benar
merasa saya tidak mampu!.
Barangkali, ini adalah trauma yang sudah
menikam pemahaman saya, selama bertahun-tahun. Saya ingat sekali, seorang guru
SD telah membuat semangat dan harapan saya patah sekali, amat patah. Dan itu
berberkas ke 3 tahun selanjutnya. Saya tidak pernah percaya pada kemampuan
matematis saya. Bagi saya , saya masih murid yang Guru saya anggap adalah
“Tidak mampu “.
Tapi perlahan kemudian, saya terus berusaha
mencintai pelajaran yang berbau hitung menghitung, saya pernah merasa, saya dan IPA adalah suami istri yang
dinikahkan secara terpaksa, tapi pada akhirnya saya meyakini ini bahwa, IPA
mungkin bisa mengantarkan saya kesuatu tempat, atau apapun yang bermanfaat bagi
orang lan. Saya jadi teringat Ayah saya yang meninggal karena sakit, pada masa
itu dokter jarang sekali. Tapi bukan berarti saya lantas ingin menjadi dokter.
Tidak, saya tetap mencintai diri saya, mencintai apa yang telah menjadi darah
saya. Saya mencintai murid-murid di sekolah, saya mencintai agama saya, saya
mencintai dunia tulis menulis. Maka saya tetap ingin menjadi Guru dan berdakwah
salah satunya dengan menulis.
Bagaimanapun, IPA adalah salah satu teman
menapaki hidup, saya rasa tidak ada ilmu
yang tidak berguna di dunia ini, mungkin saya memang harus berlelah-lelah di
kelas ini, belajar mencintai semua yang ada si IPA, terutama Pengaris, saya
tidak suka memakai pengaris. Tapi pada akhirnya pengaris memang menjad barang
yang penting. Semoga, dengan terus berusaha belajar dan belajar dengan
berproses mencintai IPA, suatu hari nanti kelak... saya ingin benar-benar
menjadi orang yang berguna di masa depan.
Setiap kali tidak sengaja bertemu guru-guru
yang dulu meremehkan kemampuan saya, lantas mereka bertanya saya sekolah di
mana ? dan saya akan ditanya mau ngambil IPA atau IPS ? Saya menjawab dengan
tersenyum, “Saya sudah di IPA “ lantas mereka akan tersenyum “Bagus, hebat kamu nak ... “
Saya tidak bisa menyebutnya hebat atau tidak,
sepanjang saya di kelas itu hanya menjadi supu-supu (Sekolah pulang-sekolah
pulang) tidak ada ilmu yang di pahami, Suatu malam saya pernah menangis melihat
11 target hidup saya, salah satunya adalah IPK saya harus diatas 3,2. Saya membenak, benar-benar harus
bekerja keras, berkali-kali saya dimarahi, diremehkan, semua mengangap saya
anak yang pandai bukan ? Tidak, sejatinya saya tidak panadai dan saya lebih menyukai kecerdasan.
Barangkali,belajar mencintai IPA membawa saya
pada satu titik kebahagian, Tuhan mempunyai cara yang amat indah untuk
mengajarkan sesuatu kepada saya, apa itu kerja keras, kerja cerdas, kesabaran
dan doa. Apapun hasilnya, saya adalah tipe orang yang menerima. Semoga
keikhlasan itu tetap bersemayam di diri saya, menerima semua apapun
kehendaknya. Karena yang terpenting adalah proses bukan tujuan..
Sedikit banyak, kita harus memahami. Bahwa
saya rasa kadang untuk menjadi A kita harus melewati jalan B, karena hidup
bukan sekedar pilihan. Sebab, jika hidup hanya sebuah pilihan. Bagaimana jika
kita ternyata mendapat pilihan ke sekian kalinya. ? Sudahlah, kita tutup
catatan ini dengan damai
*Catatan ini untuk kita yang Gak bisa nyerah,
karena gak ada kesempatan untuk nyerah..
Mataram,
09-05-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar