Halaman

Selasa, 30 April 2013

*Warna sajak Horison



Surat
Ketika aku menulis surat ini, dari jendela, aku melihat langit penuh awan. Itu adalah jenis awan berwarna putih, tipis, dan merata di semua sisi langit. Keberadaan awan itu menjadikan langit kelihatan sebagai suatu bidang yang mempunyai batas. Sebuah ruang yang terpagari oelh sesuatu. Langit yang seperti itu membuat aku merasa aku adalah seorang penderita claustrophobia. Selama ini kalau aku membutuhkan penghiburan maka aku akan memandang langit. Sesuatu yang begitu luas selalu mampu meredam kegundahan hatiku.

Tentu saja di suatu tempat pasti ada sudut atau ruang yang menjadi batas dari langit, tetapi karena aku tidak mengetahui di mana letak sudut atau ruang itu-bahkan daam renungan paling mendalam dak khayalan paling liar sekalpun aku tidak mampu memikirkan di mana letaknya-maka sekali waktu aku berfikir mungkin luasnya hanya berada sedikit di bawah tidak terbatas. Sekali waktu juga aku berfikir berangkali langit diciptakan begitu luas agar bisa meredam semua hal yang berada di bawah naungannya. Langit yang seperti ini, tertutup awan , sungguh membuatku gelisah , sebab apa yang tidak bisa kita redam harus selalu kita tanggung.

Danar..

Apakah yang bisa akan dilakukan orang ketika dia tidak bisa menghilangakn seseorang dari benaknya sekejap matapun ? Mungkin sebagian orang akan memilih untuk meminta pertanggungjawaban dari orang tersebut, dengan menyatakan misalnya. Bukankah pengakuan adalah cara paling mudah untuk memindahkan beban ? Sebagian mungkin akan memilih untuk diam daja dan menikmatinya. Bukankah tidak ada cara yang lebih khidmat dari diam ? Sebagian yang lain mungkin akan diam-diam menelan obat tidur supaya dapat beristirahat dengan tenang. Bukankah di dunia ini tidak ada orang yang tidak istirahat ? Entah aku termasuk pada golongan yang mana tetapi pada akhirnya aku memilih menulis surat ini. Dengan begitu  mungkin pada akselerasi antara normal dan tidak normal dan tidak normalnya fokus pada pikiranku aku telah memindahkan beban padamu namun mungkin juga aku menyebabkan beban-beban yang berdatangan.

Danar..

Pada apa yang tidak pernah menjadi nyata, apa yang selalu menjadi nyata, apa yang selalu menjadi bagian terlupa dan mekanisme pembentukan kenangan dan apa yang ada bagi satu orang tetapi di saat bersamaan tidak ada bagi orang lain, apakah semua itu akan disebut omong kosong ? Kalau iya betapa sejarah hidupku selalu bergulir dari satu omong kosong ke omong kosong lain. Dengan mengatakan ini mungkin aku telah membuatmu berfikir bahwa hidupku menyedihkan. Tidak, Hidupku sama sekali tidak menyedihkan. Tidak. Hidupku sama sekali tidak menyedihkan. Kurasa aku bisa mendapatkan semua hal yang aku inginkan kalau aku menginginkannya. Masalahknya kini aku tidak lagi meninginkan apa-apa. Aku menyadari bahwa tidak ingin apa-apa ternyata adalah keganjilan dalam kehidupan ini.

Senin, 29 April 2013

*Puisi ( tidak berinspirasi )

*Puisi
aku adalah wanita yang akan selalu diam setiap kali kita bertemu,
diam ku ini sedikit banyak karena perasaanku berkecamuk dalam memaknaimu
aku selalu berpaling, setiap kali kau bertanya padaku. Aku tidak berani manatap lamat-lamat wajahmu,
karena sungguh, bagiku melihatmu adalah sebuah siksaan.
setiap kali, aku beranjak tidur. Aku selalu gamang memikirkanmu...
Duhai, padahal di luar sana, kau sedang memikirkan hal lain.
bukankah ini hal yang aneh ? tak masuk akal bukan ?
setuap kali aku harus meikam perasaanku, sebab bayanganmu mengelepar di setiap sudut.
Membunuh setiap kefokusanku, membaca pesan-pesanmu saja aku amat bahagia.
Tuhanku, izinkan aku memendam perasaan ku ini, , ,

Medan . 2012

^Ransel Pertama Annisa Hidayat

  
Pada awalnya aku sudah merasakan, bahwa aku akan pergi ke tempat jauh dalam jangka waktu yang lama dan dalam waktu dekat ini secepatnya. Aku menunggu masa-masa di mana aku akan meninggalkan semua yang ada, seolah-olah menunggu masa-masa kehilangan, kehilangan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari diri. Betapapun besar rasa sayang yang kita miliki saat itu, kepergian mengajarkan kita untuk menyadari bahwa tidak semua apa yang kita sayang bisa selalu kita miliki, dan bahwa betapa sedih dan hening dalam hati ketika berjalan sendiri meninggalkan orang-orang yang kita sayangi tetapi rasa sayang itu justru bertambah semakin kuat dalam hati ketika kita semakin jauh dan sendiri.  Orang-orang akan mengerti rasa sayang yang teramat kuat itu ketika mereka menjadi bagian dari orang yang meninggalkan. Aku adalah orang yang meninggalkan, meninggalkan anak-anak jalanan yang selama ini telah menjadi bagian penting dalam diriku dan betapa aku ingin selalu bisa mendebarkan rasa cinta yang tulus ke dalam setiap hati kecil mereka agar mereka memiliki rasa cinta yang kuat untuk terus belajar. Hidup sudah dipilih, hati sudah memutuskan, tentang jalan baru yang akan segera dilalui. Ini bukan tentang seberapa jauh jarak yang akan ditempuh, ini tentang sebuah perjalanan, tentang proses dari kehidupan. Begini ternyata rasanya menjadi orang yang meninggalkan, aku tinggalkan rumput-rumput yang semakin meninggi di taman budaya, pohon-pohon yang tumbuh semakin kuat, lampu-lampu jalan yang menua, warung jack yang selalu mengajakku berbicara tentang cinta dan kebenaran. Aku meninggalkan orang-orang yang baik hati itu, adalah mereka yang telah memberikan cinta, betapa lembut perasaan yang telah ditiupkan dalam dada, perasaan yang tetap akan ada dalam ruang-ruang dada dan tidak bisa tergantikan, orang-orang yang telah meninggalkan kenangan yang akan tetap hidup dalam ingatan, orang-orang yang telah merasa kehilangan karena telah aku tinggalkan. Betapa nama-nama mereka selalu berdetak dalam hati, anak-anakku yang sedang menumbuhkan cinta dalam dadanya dan sahabat-sahabatku yang telah menumbuhkan cinta.
Malam-malam sunyi semkain datang di tengah keramaian suara-suara, di tengah hujan yang deras, semuanya akan selesai, sebentar lagi. Aku bisa merasakan malam-malam terakhir di warung jack, malam ketika orang-orang warung menyanyikan lagu perpisahan. Juga merasakan tawa anak-anakku yang semakin menggema. Tanggal 12 April 2012, sahabatku Arun dari Samarinda datang ke Mataram. Dia sudah membeli tiket ketika aku mengatakan bahwa aku akan pergi. Menjelang hari-hari perpisahan itu aku justru sedang sibuk-sibuknya mengurus seleksi program pertukaran pemuda antar negara, aku dipercaya sebagai kordinator acara. Aku menyadari dengan kesibukan menjelang kepergian ini akan ada perasaan-perasaan sayang yang terlupakan sejenak, hanya terlupakan tapi tidak terhapuskan. Perasaan sayangku terhadap seseorang yang entah untuk apa dia datang dalam ruang dada paling sunyi, aku tidak pernah memintanya untuk masuk ke dalam ruang dada itu, tapi Tuhanlah yang mengirimkannya dan tiba-tiba dia sudah ada dalam dada dan aku tidak tahu kapan pintu itu telah aku buka. Aku sadar aku akan meninggalkannya, tetapi dia telah pergi sebelum aku tinggalkan tanpa sehelai katapun. Ini memang jalan yang sudah digariskan, aku harus merasa kehilangan sebelum aku membuat orang lain kehilangan. Baiklah, hari itu akan segera datang.Sebentar lagi matahari akan bersinar, sebentar lagi.
:lelaki yang seperti kopi; hangat dan manis
aku rasa perasaan ini memang sudah selesai, dan jalan yang baru sedang akan dimulai. 

(bojonegoro 2012)

Selasa, 23 April 2013

*Pada Dasar Hati yang Jauh



 *Ayah (rindu yang tak dapat di terjemahkan )



Saya akhirnya menuliskan tentang ini, sesuatu perasaan yang benar-benar membeku , sulit untuk dibahas, bahkan mendengar nama saja membuat hati seperti tak berada di tempatnya. Kosong, kehampaan pasa sisi lain hidupku, sesuatu yang seharusnya ada di tempatnya tapi hanya sisa-sisa yang aku temui. Tulisan ini tidak bermaksud mendurhakai seseorang yang harus kita patuhi, bukan itu maksud saya. Hanya saja.... sesuatu hal memang aku rasakan. Membeku, kehampaan selama bertahun-tahun.


Saya tidak tahu apa namanya kehilangan jenis ini, tidak pernah berhasil menerjemahkan rasa kehilangan yang satu ini. Saya telah kehilangan separuh darah saya, maksud saya seseorang yang harusnya saya panggil “ Ayah “ bicara tentang Ayah, pasti sangat menyenangkan. Tapi saya tidak tahu, bagaimana Ayah saya, Duhai, mendengar suaranya saja tidak,apalagi membuat Kopi untuknya. Tidak, saya tidak pernah merasakan itu. Usia saya sekarang 15 tahun , selama itu saya tidak pernah memanggil nyata sosok Ayah saya. Saya benar-benar tidak tahu saya kehilangan pada sisi mananya. Mama bilang Ayah saya meninggal dunia saat saya masih kecil sekali.


Proses mencari siapa darah saya adalah, sesuatu yang saya tidak pernah lakukan kalau orang diluar sana sibuk melakukan hal itu, mencari Ayah mereka, saya tidak. Hanya makam yang mungkin akan saya dapati. Sungguh, tahu makam Ayah saja tidak. Saya tidak pernah menginjakan kaki di makam Ayah. Selama ini saya tidak pernah berusaha mencari apapun tentang Ayah. Saya tidak bisa menerjemahkan kerinduan yang satu ini, saat seserang yang seharusnya ada di hidupmu, lantas dengan alasan apapun dia pergi. Apalagi jika Allah yang memanggil. Kau bahkan bisa jadi mati rasa , saat sesuatu yang harusnya berhubungan denganmu, memory itu diputuskan dan semua syaraf yang seharusnya berubungan dengan objek cinta  yang seharusnya di terjemahkan dengan baik. Maka saya seperti amnesia, tidak tahu apa-apa tapi merasakan sesuatu hal yang aneh di hati, aneh sekali sesuatu yang tidak pernah bisa di jelaskan.


Beberapa waktu, saya pernah mengenang tentang Ayah, dulu sekali saat saya tidak mengerti tentang ketidakberesan dalam hidup saya. Pembohongan yang amat meyakitkan. Saya hanya mengenang sebentar sebab sisanya hanya penuh dengan kehampaan. Tidak mengerti, saya tidak tahu potongan apa yang hilang dari hidup saya. Saya hanya menatap lemat-lamat jalanan kota, menyasikan cinta Ayah kepada anak-anaknya.


Saya punya Ayah, hanya saja saya menjadi beku terlalu pengecut  untuk mengungkapkan rasa mencintai nya.

Selama bertahun-tahun kemudian, alam bawah sadar saya berujar, Ayah berutang kata “maaf” kepada saya. Maaf untuk perjalanan waktu penuh kesulitan yang saya lampaui sendiri, ketika pada rentang waktu itu saya sangat ingin mengadu kepadanya.
Belakangan, saya mulai berpikir, tidak perlu lagi kata “maaf” itu. Dipikir-pikir, sekelabu apa pun masa lalu, hal itu membawa hikmah di masa kini. Mungkin, jika saya tidak mengalami masa pesakitan sewaktu SD dan  SMP, saya tidak akan menjadi pribadi yang keras tekad . Barangkali, jika tidak memerah mata karena tak tega melihat semua pengorbanan Mama, saya akan menuruti keinginan , seseorang untuk  meneruskan pendidikan di tempat yang saya suka bahkan sampai ke luar negeri. Jika saya mengiyakan tawaran seseorang itu ke saya belum tentu hidup saya masih penuh warna seperti ini.
Kalau saya tidak pernah menjadi gadis bermata sendu dan penulis diary, kesukaan saya terhadap dunia kepenulisan mungkin tidak akan pernah terasah. Jika itu terjadi, mungkin saya tidak akan pernah menjadi penulis. Jika saya tidak pernah menjadi penulis, mungkin saya tidak pernah menyusun tulisan ini
Jadi, untuk kemudian menghadirkan rasa cinta itu, tak perlu lagilah kata “maaf”, ternyata.  Terlebih sekarang, ketika orang tua saya tidak ada. Saya yakin, pada dasar hati yang jauh, ayah memang sebagaimana seorang ayah seharusnya. Mencintai anak-anaknya dengan caranya sendiri.

Tidak ada yang salah dari masa lalu selama itu membentuk kedewasaan seseorang. Saya mulai meyakini itu. Saya tidak lagi menyalahkan siapa-siapa.  Meskipun begitu, saya tidak melakukannya hanya karena argumentasi “bagaimanapun juga dia ayahmu,, darah dagingmu.”
Bukan. Bukan karena itu.
Ini lebih dikarenakan perenungan bahwa setiap peristiwa yang tampak buruk di mata manusia barangkali itu yang terbaik bagi dirinya.
 Seperti itu Tuhan berkata.







* Dibuat dengan kejujuran dan perasaan gamang sepanjang malam. * sebagian kata-kata di ambil dari abang Tasaro yang kuranng lebih bernasib sama.



Selasa, 02 April 2013

Quotes is my life



Ada beberapa hal yang membuat saya binggung di dunia ini, mungkin ini terjadi karena saya yang rasakan. Entahlah, hidup akan selalu ada hal-hal yang tidak terduga. Catatan ini terinspirasi ketika sedang mengunjungi seseorang kawan yang sedang di rawat di rumah sakit. Di lantai ke beberapa dari rumah sakit itu, saya menatap lamat-lamat ke arah keluar, berdiri mematung di depan jendela yang sangal lebar. Bau obat seperti tercium di sudut-sudut, itu adalah wangi khas dari rumah sakit. Saya menatap takzim langit sore, menghela nafas panjang.
Sebenarnya apakah di dunia ini ada orang yang meminta di beri penyakit ? dengan sengaja “ Ya Allah, berikanlah aku penyakit .... “ aneh sekali bukan, rasa-rasanya tidak. Saya menyakini itu. Tapi tampa kita sadari, kata-kata tidak logis itu keluar dari mulut kita dengan ketusnya bilang “ Sakit mulu sih kamu !! “ mengumpat kesal orang yang kita maksud. Duhai, tidakkah kita jahat sekali  ? perkataan sempele itu, lihatlah membuat tetanggaku  atau tetangga kita atau bahkan kita sendiri menangis sesegukan, menjambak-jambak rambutnya, bertanya banyak hal pada Tuhannya mengenai kata yang dengan tidak logisnya keluar dari mulut kita.
Eh, siapa coba yang mau di kasih penyakit ? tidak ada, rasa-rasannya semua orang ingin nikmat sehat. Tapi terkadang memang kita sendiri yang membuat penyakit, seperti makan tidak sehat, jarang olah raga, minum-minuman atau bahkan merokok.  Dan mungkin Allah menegur kita melewati penyakit, azab gitu maksudnya ? Entahlah, tapi alangkah baiknya kita berhuznuzan pada Allah, meyakini bahwa sebenarnya yang maha kuasa sedang menguji karena sayang dengan kita.
Kembali lagi, di duinia ini tidak ada orang yang senang tinggal di rumah sakit, gerak terbatas, makanan terbatas, dan obat-obat yang pahit. Semua orang ingin sehat, tapi ya nama nya terkadang kita suka lalai terhadap diri kita sendiri. Tapi setidaknnya mengenai orang yang terkena penyakit, usahakanlah jangan bilang “ Kamu sakit mulu sih ! “ deg, pertanyaan itu sebenanrya menghujam perih. 
“ Karena kalau orang yang dinyatakan sakit, fikiran dia akan bilang dia sakit dan dia akan sakit “
Coba pahami qoutes dia atas, benar sekali menurut pegamatan saya, tapi itu kembali lagi pada mental kita. Ada orang yang di vonis stadium akut, eh liat santai masih tertawa riang, tapi coba lihat di ujung sana, baru terkena tifus saja seakan-akan dunia mulai gelap. Catatan ini jadi berantakan sekali, tapi cobalah siapapun jangan coba-coba bilang “ sakit mulu sih “ apa jadinnya jika kalian yang sehat sekejap kemudian Allah buat terkulai lemah di rumah sakit ? maka smoga kita memahami, bahwa sakit bukan sebuah permintaan. Bukan sama sekali, sebagai manusia kita hanya bisa berikhtiar dan sabar atas apa saja yang telah menimpa kita.
*maaf jika notes ini terlihat agak aneh dan membinggungkan, hanya ingin berbagi pikiran.
* Terinspirasi oleh peryataan aneh yang bilang “ sakit mulu sih “

Pemahaman yang semoga baik



Saya kecewa sekali, maksud baik terkadang tidak selalu diterjemahkan dengan baik. Prasangka buruk, itu yang terkadang  kita lakukan.  Berapa kali dalam sehari kite berprasangka buruk dalam sehari ? Oh, jangan jangan sering ,bahkan tampa disadari sudah menjadi tabiat yang mendarah daging. Saya kecewa sekali,  kita terlalu cepat dalam menerjemahkan sesuatu hal , terlalu cepat dalam menggambil kesimpulan, lantas kita  menyalahkan orang yang bermaksud baik tersebut. Apa karena kita tidak suka cara orang tersebut dalam melakukan hal yang baik itu ? Bisa jadi.  Bukankah ini namannya berprasangka buruk, hei ini kan termasuk penyakit hati. Ada teman saya bermaksud baik sekali niat ingin membantu temannya. Eh, nasib dia malah dimarahi.   Allah itu mengikuti prasangka hambanya, maka kita harus benar-benar berprasangka baik. Karena bisa jadi prasangka yang kita anggap kecil itu berdampak buruk untuk kehidupan kita.           Prasangka itu bahkan dapat berubah menjadi sebuah keyakinan, bayangkan betapa bahayanya sebuah keyakinan, karena kita dalah apa yang kita percayai. Bukankah begitu ?                                                       Saat menuliskan catatan ini saya hanya bisa terdiam lamat-lamat menatap kursor yang berkedip, ajang intopeksi diri. Saya hanya bisa menghela nafas jangan-jangan tabiat buruk itu sudah mendarah daging. Saya takut sekali, atau jangan-jangan  orang-orang terdekat saya mempunyai tabiat ini. Aduh, apa jadinnya pasti orang-orang akan malas membantu, malas peduli sebab bisa jadi setiap ah baru saja niat sudah di prasankakan buruk. Menyakitkan sekali bukan ? Lantas kalau tidak terima di tuduh hal-hal buruk lantas kita membalas dengan marah ? Duhai, lengkap sudah jadilah pertengkaran. Setan pun akan tersenyum puas.           Prasangka buruk itu tidak menghasilkan sesuatu yang positif, membuat kita selalu dihantui rasa cemas, sibuk berasumsi hal-hal yang kita yakini. Padahal, bisa jadi atau bahkan sering-nya prasangka buruk itu salah, malu sekali. Dan yang lebih menyedihkan penyakit hati itu sudah mencongkol di hati kita. Membiarkan setan telah berhasil menguasai hati dan nafsu kita. Kasihan sekali bukan, orang-orang yang kita prasangkakan buruk, ngenes sekali perasaan mereka. Bagai air susu di balas air tuba, mereka pasti sedih dengan perilaku buruk kita.  Ya Allah, aku memohon padamu ampunkalnah dosaku pada prasangka buruk terhadap orang-orang yang berniat baik pada diriku, dan bantu aku untuk menjauhi prasangka buruk ini, aku enggan penyakit ini menguasai hatiku, aamiin. Sesungguhnya Kau Maha Tahu prasangka hamba-hambamu.

*Dibuat dengan rasa kecewa, notes ini sebenarnya untuk saya dan sekali lagi bisa kan berprasangka baik pada tulisan ini ? Setidaknya saya tidak bermaksud menceramahi. Hanya ingin berbagi pikiran