Halaman

Senin, 29 April 2013

^Ransel Pertama Annisa Hidayat

  
Pada awalnya aku sudah merasakan, bahwa aku akan pergi ke tempat jauh dalam jangka waktu yang lama dan dalam waktu dekat ini secepatnya. Aku menunggu masa-masa di mana aku akan meninggalkan semua yang ada, seolah-olah menunggu masa-masa kehilangan, kehilangan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari diri. Betapapun besar rasa sayang yang kita miliki saat itu, kepergian mengajarkan kita untuk menyadari bahwa tidak semua apa yang kita sayang bisa selalu kita miliki, dan bahwa betapa sedih dan hening dalam hati ketika berjalan sendiri meninggalkan orang-orang yang kita sayangi tetapi rasa sayang itu justru bertambah semakin kuat dalam hati ketika kita semakin jauh dan sendiri.  Orang-orang akan mengerti rasa sayang yang teramat kuat itu ketika mereka menjadi bagian dari orang yang meninggalkan. Aku adalah orang yang meninggalkan, meninggalkan anak-anak jalanan yang selama ini telah menjadi bagian penting dalam diriku dan betapa aku ingin selalu bisa mendebarkan rasa cinta yang tulus ke dalam setiap hati kecil mereka agar mereka memiliki rasa cinta yang kuat untuk terus belajar. Hidup sudah dipilih, hati sudah memutuskan, tentang jalan baru yang akan segera dilalui. Ini bukan tentang seberapa jauh jarak yang akan ditempuh, ini tentang sebuah perjalanan, tentang proses dari kehidupan. Begini ternyata rasanya menjadi orang yang meninggalkan, aku tinggalkan rumput-rumput yang semakin meninggi di taman budaya, pohon-pohon yang tumbuh semakin kuat, lampu-lampu jalan yang menua, warung jack yang selalu mengajakku berbicara tentang cinta dan kebenaran. Aku meninggalkan orang-orang yang baik hati itu, adalah mereka yang telah memberikan cinta, betapa lembut perasaan yang telah ditiupkan dalam dada, perasaan yang tetap akan ada dalam ruang-ruang dada dan tidak bisa tergantikan, orang-orang yang telah meninggalkan kenangan yang akan tetap hidup dalam ingatan, orang-orang yang telah merasa kehilangan karena telah aku tinggalkan. Betapa nama-nama mereka selalu berdetak dalam hati, anak-anakku yang sedang menumbuhkan cinta dalam dadanya dan sahabat-sahabatku yang telah menumbuhkan cinta.
Malam-malam sunyi semkain datang di tengah keramaian suara-suara, di tengah hujan yang deras, semuanya akan selesai, sebentar lagi. Aku bisa merasakan malam-malam terakhir di warung jack, malam ketika orang-orang warung menyanyikan lagu perpisahan. Juga merasakan tawa anak-anakku yang semakin menggema. Tanggal 12 April 2012, sahabatku Arun dari Samarinda datang ke Mataram. Dia sudah membeli tiket ketika aku mengatakan bahwa aku akan pergi. Menjelang hari-hari perpisahan itu aku justru sedang sibuk-sibuknya mengurus seleksi program pertukaran pemuda antar negara, aku dipercaya sebagai kordinator acara. Aku menyadari dengan kesibukan menjelang kepergian ini akan ada perasaan-perasaan sayang yang terlupakan sejenak, hanya terlupakan tapi tidak terhapuskan. Perasaan sayangku terhadap seseorang yang entah untuk apa dia datang dalam ruang dada paling sunyi, aku tidak pernah memintanya untuk masuk ke dalam ruang dada itu, tapi Tuhanlah yang mengirimkannya dan tiba-tiba dia sudah ada dalam dada dan aku tidak tahu kapan pintu itu telah aku buka. Aku sadar aku akan meninggalkannya, tetapi dia telah pergi sebelum aku tinggalkan tanpa sehelai katapun. Ini memang jalan yang sudah digariskan, aku harus merasa kehilangan sebelum aku membuat orang lain kehilangan. Baiklah, hari itu akan segera datang.Sebentar lagi matahari akan bersinar, sebentar lagi.
:lelaki yang seperti kopi; hangat dan manis
aku rasa perasaan ini memang sudah selesai, dan jalan yang baru sedang akan dimulai. 

(bojonegoro 2012)

Tidak ada komentar: